TANJUNG SELOR – Tenggelamnya Kapal Landing Craft Transport (LCT) Self Propelled Oil Barge (SPOB) milik PT Mayon, di perairan Mangkupadi Kecamatan Tanjung Palas Timur, belum ada kejelasan.
Hal tersebut berkaitan pencemaran laut maupun hasil dari pemeriksaan yang dilakukan pihak berwajib. LCT yang tenggelam semestinya bukan hal biasa, kejadian ini patut menjadi perhatian serius. Sebab kawasan pesisir yang saat ini diplot menjadi kawasan industri, merupakan wilayah tangkap nelayan.
Staf Kampanye Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL) Nasrullah mengatakan, kejadian kapal tenggelam ini sudah diketahui pihak aparat. Akan tetapi, hingga saat ini belum diketahui seperti apa tindakannya.
Dinas terkait tentunya harus melakukan tindakan cepat. Khususnya berkaitan upaya antisipasi pencemaran di pesisir laut tersebut. “Kami sempat mencari tahu informasi masyarakat setempat, beberapa saat pasca kejadian ditemukan adanya bekas tumpahan BBM sejenis Solar. Itu hanya sebagian kecil yang bisa terdeteksi langsung mata telanjang. Perlu ada penelusuran lebih jauh memastikan kondisi laut baik-baik saja,” ujarnya, Minggu (31/3).
Ia menegaskan, kaut Tanah Kuning-Mangkupadi tidak boleh senasib dengan beberapa kejadian serupa, seperti halnya saat adanya tumpahan minyak di laut Balikpapan beberapa tahun lalu, dimana kerusakan yang ditimbulkan cukup serius, bukan hanya ekosistem lautnya, tetapi juga terpaparnya manusia.
Informasi yang diterima dari warga setempat, dua hari pasca kejadian nelayan Kampung Baru yang rumahnya berdekatan dengan lokasi menceritakan, bahwa ada ekas tumpahan seperti minyak sempat terlihat, tapi karena kondisi waktu itu musim ombak sehingga bekasnya cepat terbawa ke tengah laut.
Hal ini berpengaruh buruk bagi nelayan di Tanah Kuning dan Mangkupadi. Jika benar ada tumpahan minyak dapat mempengaruhi produktivitas nelayan tangkap udang pijah, bagan dan aktivitas wisata di pesisir pantai. Otomatis akan mempengaruhi pendapatan masyarakat lokal.
Sehingga perhatian pemerintah, baik penegak hukum harusnya punya kepastian yang jelas. Jika kejadian ini diabaikan, bisa saja ada kejadian serupa kemudian hari. Tidak hanya mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat. Tetapi mengancam potensi hasil laut, yang merupakan sumber penghasilan nelayan setempat.
“Artinya dengan kekayaan alam yang melimpah ini mampu menghidupi masyarakat Tanah Kuning-Mangkupadi dan Bulungan khususnya. Selama kehidupan laut mereka tidak terganggu oleh kebijakan pembangunan dan industri yang merusak ekosistem lautnya,” terangnya.
Mengutip keterangan, Manager Kampanye Pesisir dan Laut WALHI Parid Ridwanuddi atas kejadian tersebut. Ia menegaskan hal itu berpotensi terjadinya pencemaran lingkungan di perairan Indonesia dan tak dipungkiri kejadian serupa terus berulang sejak tahun 1999 hingga saat ini. Ini menjadi salah satu kejahatan lingkungan.
“Tumpahan minyak di Indonesia sering terjadi dan dianggap sebagai suatu kejahatan lingkungan. Itu dianggap pencemaran biasa, padahal dampak dari pencemaran minyak ini jangka panjang,” kata Parid dalam keterangannya, Selasa (5/3) pekan lalu.
Jika hal ini berpotensi pencemaran terhadap laut pesisir di Tanah Kuning-Mangkupadi, tentu saja tak hanya berimbas pada masyarakat. Tetapi biota laut yang ada di perairan tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Kasi Humas Polresta Bulungan Ipda Magdalena Lawai mengatakan sampai saat ini masih dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan.
“Masih penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi. Nanti jika sudah naik ke tahap sidik akan disampaikan Satreskrim Polresta Bulungan,” singkatnya. (kn-2)