TARAKAN – Sengketa lahan yang telah lama membayangi warga di Kelurahan Pantai Amal, Tarakan Timur, kembali mencuat setelah kunjungan lapangan Komisi I DPRD Kota Tarakan, Selasa (17/6).
Tinjauan yang dilakukan di RT 4 dan RT 5 tersebut mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kepemilikan lahan yang kini diklaim pihak tertentu melalui sertifikat prada. Ketua Komisi I DPRD Tarakan Adyansa mengatakan, salah satu sumber persoalan utama berasal dari keberadaan sertifikat prada yang diterbitkan pada masa Tarakan masih berstatus sebagai kecamatan di bawah Kabupaten Bulungan.
Sertifikat prada ini dulu diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada pejabat atau pensiunan. “Tapi persoalannya, warga sudah tinggal di lahan itu jauh sebelum sertifikat ini diterbitkan,” ujarnya.
Fakta di lapangan menunjukkan di atas lahan yang disengketakan telah berdiri bangunan permanen. Termasuk sebuah masjid, yang menguatkan bahwa warga telah lama bermukim di sana secara turun-temurun.
“Di sini ada masjid, rumah-rumah permanen, dan warga yang sudah tinggal puluhan tahun. Ini bukan kawasan kosong yang tiba-tiba diklaim,” tegasnya.
Komisi I juga mencatat adanya keanehan lain yang patut dipertanyakan. Di tengah konflik yang belum terselesaikan, sebagian warga di kawasan yang sama justru telah berhasil memperoleh sertifikat hak milik. Padahal berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), wilayah tersebut masuk dalam zona merah.
“Kami heran, di area yang menurut BPN termasuk zona merah, ada sebagian yang bisa punya sertifikat sah, sementara lainnya tidak. Ini menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab,” ungkapnya.
Guna menyelesaikan persoalan ini, Komisi I berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang seluruh pihak terkait, termasuk warga terdampak, pemegang sertifikat prada, BPN, dan instansi pemerintah lainnya. Dampak sosial dari konflik lahan ini pun menjadi perhatian serius DPRD. Ketidakjelasan status lahan dinilai menimbulkan keresahan berkepanjangan di tengah masyarakat.
“Kami tidak ingin hak masyarakat yang telah lama tinggal di sana diabaikan. Ini soal kepastian hukum dan keadilan,” tuturnya.
Sengketa lahan di Pantai Amal menjadi pekerjaan rumah penting bagi Pemerintah Kota Tarakan, terutama dalam hal penataan ruang dan penyelesaian tumpang tindih kepemilikan tanah. Adyansa menegaskan, DPRD akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita harus hadir dan memastikan penyelesaiannya,” pungkasnya. (kn-2)