TANJUNG SELOR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Utara (Kaltara) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kaltara yang dikerjakan pada 2021.
Nilai proyek tersebut mencapai sekitar Rp 13,9 miliar dan dilaksanakan dalam dua tahun anggaran. Dari keempat tersangka tersebut, ada satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial ARLT. Sementara tiga tersangka lainnya, masing-masing berinisial HA, AKS, dan MS, merupakan pihak swasta.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejati Kaltara I Made Sudarmawan mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup.
“Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan berbagai penyimpangan. Pekerjaan tidak dikendalikan sesuai rencana kerja dan spesifikasi teknis. Terdapat manipulasi laporan mingguan, bulanan, dan pencairan. Hingga progres pekerjaan yang dilaporkan 100 persen padahal belum selesai,” ungkapnya, Kamis (14/8).
Ia menjelaskan, tahapan pengawasan yang seharusnya dilakukan seperti penerbitan peringatan atau evaluasi proyek kritis tidak dijalankan. Akibatnya, penyimpangan berlanjut hingga akhir pekerjaan. Selain itu, ditemukan fakta penyedia yang mengerjakan proyek bukan pihak yang sebenarnya memenangkan kontrak. Sehingga kualifikasi teknis tidak terpenuhi.
Penyidik juga menemukan adanya aliran dana sekitar 20 persen dari nilai proyek yang tidak digunakan untuk kegiatan pekerjaan. Justru diberikan kepada pihak lain.
Di tempat yang sama, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltara Nurhadi, menambahkan berdasarkan perhitungan ahli, kerugian keuangan negara akibat kasus ini mencapai Rp 2.232.799.113.
“Siapa saja yang menerima aliran dana dan berapa jumlahnya. Akan kami ungkap setelah penyidikan tuntas. Saat ini, jumlah kerugian negara sudah diketahui dan menjadi salah satu dasar penetapan tersangka,” ujarnya.
Menurut Nurhadi, proses penanganan perkara ini memerlukan waktu panjang karena adanya keterbatasan jumlah penyidik, faktor jarak dan transportasi. Serta koordinasi dengan ahli yang berada di luar daerah. Pemeriksaan saksi pun sering tertunda karena kendala kehadiran.
Dari empat tersangka, dua kategori peran teridentifikasi. ASN yang bertanggung jawab mengawasi dan mengendalikan proyek. Namun lalai menjalankan fungsi tersebut; serta pihak penyedia yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai ketentuan.
“Semua pihak memiliki peranan dalam terjadinya tindak pidana ini. Meskipun tingkat keterlibatannya berbeda. Namun, peran tersebut cukup untuk menimbulkan kerugian negara,” tegasnya.
Saat ini, penyidik memastikan seluruh proses pemeriksaan tersangka dilakukan sesuai prosedur. Termasuk pendampingan oleh pengacara untuk menjamin hak-hak hukum mereka. Kejati Kaltara berkomitmen menuntaskan perkara ini dan segera mengumumkan perkembangan lebih lanjut setelah seluruh tahapan penyidikan rampung. (kn-2)