Pasca diterjang banjir lahar Gunung Semeru pada Kamis (18/4) lalu, banyak warga terdampak yang harus beradaptasi dengan kerusakan infrastruktur di sana. Salah satu contoh yang dirasakan oleh warga di Desa Gondoruso, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
AKIBAT diterjang banjir lahar dingin Gunung Semeru, jembatan penghubung akses transportasi di sana yaitu Jembatan Limpas terputus. Sehingga warga yang bermukim di Desa Gondoruso harus rela menerjang derasnya aliran lahar di sungai untuk melintas.
Tak sedikit dari mereka yang ikut menggotong kendaraan roda dua miliknya ketika melintas. Dilansir dari Radar Jember (Jawa Pos Group) Jembatan Limpas merupakan akses alternatif yang terdekat bagi warga di dua kecamatan yakni Pasirian dan Tempursari.
Dua kecamatan di Lumajang itu dipisahkan oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Regoyo Pasirian. Maka dari itu warga rela untuk menerjang derasnya arus sungai agar cepat sampai tujuan. Meski sebenarnya ada jalur alternatif lain yang menghubungkan dua kecamatan itu.
Namun, warga merasa keberatan jika harus menempuh jarak yang bisa dikatakan lebih jauh berkali lipat daripada jika melewati Jembatan Limpas. Ditambah lagi dengan informasi bahwa jalur alternatif yang terletak di Dusun Kajaran itu kini juga ikut ditutup.
“Jika diperkirakan mungkin puluhan kilometer jaraknya kalau memutar lewat Dusun Kajaran, jalur itu juga sekarang kabarnya sudah ditutup,” ujar salah seorang warga di Dusun Glendang Petung, Desa Gondoruso bernama Susanto.
Agar mempermudah warga yang hendak melintasi di sungai itu, sejumlah relawan bersiap diri untuk membantu. Relawan itu mayoritas beranggotakan para pemuda yang juga bermukim di desa sekitar. Bukan hanya membantu menyeberangkan manusia saja, tetapi kendaraan roda dua seperti sepeda motor juga ikut diseberangkan.
Meski kegiatan relawan yang didominasi oleh pemuda itu bersifat sukarela, namun warga juga banyak yang memberikan imbalan berupa uang. Hal tersebut dilakukan warga sebagai bentuk apresiasi terhadap kesediaan para relawan dalam membantu aktivitas masyarakat.
“Banyak warga yang memberi bayaran seikhlasnya saat dibantu menggotong sepeda motor. Mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu,” kata salah seorang relawan pemanggul sepeda motor bernama Ponari.
Ponari menambahkan, butuh setidaknya empat orang yang mempunyai postur tubuh besar untuk menggotong satu sepeda motor. Hal itu lantaran arus sungai yang deras, sehingga membutuhkan banyak tenaga dalam memanggul sepeda motor. Biasanya mereka menggunakan dahan pohon dan kayu sebagai modal menyeberangkan sepeda motor.
“Jumlahnya tidak terhitung, karena masyarakat yang melintas seringkali bolak-balik dan berasal dari warga di dua kecamatan yaitu Pasirian dan Tempursari,” imbuhnya.
Dengan adanya relawan pemanggul motor yang selalu siaga ini, warga sekitar merasa terbantu. Sebab, jalur tersebut memang cukup ekstrem dan berbahaya. Terlebih jika sampai warga tidak fokus dan salah dalam melangkahkan kaki.
Hal itu akan berakibat warga dapat tergelincir lalu terbawa derasnya arus sungai. “Sangat merasa terbantu dengan adanya jasa relawan ini, warga merasa jadi lebih aman saat menyeberang di derasnya arus sungai,” kata seorang warga yang melintas bernama Yanuar Andrianto. (jpg)