”Tukar Guling” Polri dan Kepolisian Thailand untuk Memburu Gembong Narkoba Fredy Pratama

KELUARGA TERLIBAT: Lian Silas (kiri) di PN Banjarmasin. Ayah Fredy Pratama itu divonis 1 tahun 8 bulan dalam kasus TPPU.

Bila Fredy Pratama bisa ditangkap, setidaknya pasokan narkotika sebanyak 6 ton per tahun ke Indonesia dapat dihentikan. Bareskrim Polri berhasil mendorong kepolisian Thailand membentuk tim pengejaran yang dipimpin langsung seorang jenderal.

 

ILHAM WANCOKO, Jakarta

 

SETELAH jejaringnya di berbagai kota terungkap, setelah sederetan anak buahnya tertangkap dan disidang, setelah perburuan berbulan-bulan yang melibatkan kepolisian lintas negara, pertanyaan besarnya tentu:

Di mana gembong narkoba kelas kakap Fredy Pratama berada?

Kenapa dia tak kunjung tertangkap?

Pada 12 September 2023, Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada memimpin operasi pengungkapan jaringan Fredy. Enam puluh kaki tangan bandar narkoba internasional itu ditangkap beserta aset dan uang senilai Rp 432 miliar.

Itu hanya satu dari sekian banyak pengungkapan jaringan gembong yang biasa menggunakan banyak nama alias tersebut. Ada yang melibatkan kakak adik seperti Frans dan Steven Antoni di Surabaya. Ada yang menyeret selebgram seperti Adelia Putri Salma yang sudah divonis 5 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Lampung, dan Nur Utami di Makassar, Sulawesi Selatan, yang telah menjadi tersangka.

Bahkan, ada yang melibatkan keluarga inti Fredy sendiri. Ayahnya, Lian Silas, yang hanya divonis 1 tahun 8 bulan penjara di PN Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Fredy diketahui kelahiran Banjarmasin. Dari Thailand tempatnya bermarkas, dia mengendalikan jaringan narkoba dengan target pasar utama Indonesia dan Malaysia.

Karena itu, selain Polri, The Secret, demikian salah satu nama aliasnya, juga diburu Royal Malaysia Police. Dua kepolisian lain yang juga memburunya adalah Royal Thai Police serta DEA Amerika Serikat.

Baca Juga  Warna-Warna Pusparagam Seni Disabilitas Vol. II Merangkul Banyak Komunitas dan Karya Baru

Sudah 39 anak buah Fredy di Indonesia yang telah tertangkap. Semua jejaringnya terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Namun, semua langkah kepolisian itu ternyata tidak menghentikan jaringan bisnis haram Fredy. Jejaringnya masih ada, meski polisi juga terus memburu. Saat mengekspos kasus penggagalan 30 kg sabu di Barru, Sulawesi Selatan, pada 30 April lalu, misalnya, Kapolda Sulsel Andi Rian R. Djajadi tidak menampik dugaan barang haram itu bisa saja terkait dengan jaringan Ferdy Pratama. Hanya, pihaknya masih perlu melakukan pendalaman lebih jauh.

“Makanya, kita mau mendalami untuk dilakukan control delivery terhadap penerima barang ini. Termasuk mengusut pengirim barang ini yang diduga dari Kalimantan,” katanya seperti dilansir Fajar.

Pada 13 Maret 2024, misalnya, kembali ditangkap empat bandar narkotika di Jawa Tengah. “Ini jaringan baru yang dibentuk Fredy Pratama,” papar Direktur Tindak Pidana Narkotika (Dirtipid Narkotika) Bareskrim Brigjen Mukti Juharsa saat itu.

Jaringan tersebut dipimpin perempuan dengan inisial L. L disebut polisi berkomunikasi secara langsung dengan Fredy. “Fredy merekrut L untuk dijadikan aktor intelektual di Indonesia. Salah satu tugasnya melakukan rekrutmen jaringan narkoba,” tuturnya.

Begitu mengguritanya jejaring Fredy, diyakini sebagai yang terbesar di Indonesia, penangkapannya menjadi begitu penting. Bila dia bisa ditangkap, setidaknya pasokan narkotika sebanyak 6 ton per tahun ke Indonesia dapat dihentikan.

Casanova, nama alias Fredy yang lain, diketahui mampu memasok narkotika sebanyak 500 kilogram per bulannya. Bahkan, barang bukti narkotika berupa sabu-sabu yang berhasil disita dari jejaringnya telah mencapai 10,2 ton. Selain juga 116.346 butir ekstasi.

Mukti mengatakan, hambatan utama dalam mengejar Fredy adalah wilayah yurisdiksi. Bandar asal Pontianak itu diketahui berada di Thailand yang menjadi markasnya menjalankan bisnis haram bersama mertuanya yang merupakan warga negara setempat.

Diketahui mertua Fredy merupakan kartel narkotika di Negeri Gajah Putih itu. “Dia berada di tengah hutan di Thailand,” terangnya kepada Jawa Pos Jumat (17/5) lalu.

Karena itulah, lanjutnya, upaya penangkapan terhadap Fredy hanya bisa dilakukan dengan dukungan penuh kepolisian Thailand. Dalam rangka itulah, Mukti bertemu dengan petinggi kepolisian Thailand pada April 2024 lalu di Langkawi, Malaysia. “Komunikasi dengan kepolisian Thailand ini menghasilkan keputusan penting,’’ ujarnya.

Kepolisian Thailand atas dorongan Polri setuju membentuk tim pengejaran Fredy. “Yang memimpin langsung jenderal bintang tiga di Thailand,” tegasnya.

Dia yakin, saat Fredy tertangkap, kepolisian Thailand bakal segera menyerahkannya ke Polri. “Dikirim ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kesepakatannya memang Fredy harus diserahkan ke Indonesia,” ungkapnya.

Baca Juga  Menuju Pemilu 2024 Awas Jangan Termakan Berita Bohong

Sebagai bentuk tukar guling, Polri membantu dengan menyerahkan dokumen aset istri Fredy yang diduga hasil dari kejahatan narkotika. Sebagian besar berada di Thailand. “Semua berkas penyidikan TPPU istrinya Fredy dikirimkan ke kepolisian Thailand,” jelasnya.

Menurutnya, menjerat dengan TPPU atau memiskinkan Fredy sangat penting sehingga diharapkan mampu untuk menekan kemampuan finansialnya. “Kalau kemampuan finansialnya tertekan, diharapkan bisa memudahkan penangkapan dan menghambat pemasokan narkotika ke Indonesia,” jelasnya.

Jaringan Miming, panggilan Fredy di kalangan dekatnya, di Indonesia sebenarnya sedang koma. Sebab, sebagian besar keluarga Fredy yang terlibat sindikat narkotika telah tertangkap.

Selain ayahnya, paman Fredy bernama Satria Gunawan alias Babah juga telah diproses hukum. Dia diduga melakukan TPPU dengan nilai aset Rp 55 miliar.

Mojopahit, nama aliasnya yang lain lagi, mengirimkan uang kepada keluarganya melalui pamannya. “Pamannya menggunakan rekening anak-anaknya untuk menerima kiriman dari Miming dan kemudian membelanjakannya untuk membeli 46 bidang tanah serta 2 bidang tanah beserta bangunan,” kata sumber di kepolisian.

Karena barang bukti tersebar di berbagai kota, untuk penanganan kasus tersebut Kejaksaan Agung sampai harus melimpahkan 10 berkas perkara jaringan Miming sesuai domisili tersangka. Hasilnya, sejauh ini sudah 39 orang tertangkap dan sebagian telah diadili.

Tinggal gembongnya yang harus segera ditangkap. Kalau tidak, berton-ton narkoba bakal mengalir ke berbagai sudut Indonesia. (*/c17/ttg/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini