Sebelum Akhiri Hidup bersama Sang Adik di Jembatan Tukad Bangkung, Curhat Merasa Lelah karena Terus Sakit

KEHILANGAN MEMILUKAN: Foto Ketut sutama (kiri) dan Putu Yasa (kanan) di ponsel keluarganya kemarin (27/5).

Diduga karena tekanan ekonomi dan kondisi kesehatan, Ketut Sutama mengajak sang adik, Putu Yasa, mengakhiri hidup. Padahal, selama ini dia dikenal mandiri dan tak pernah mau dibantu.

 

FRANCELINO JUNIOR, Buleleng

 

KETUT Sutama seorang pendiam. Jarang sekali dia mencurahkan isi hati kepada keluarga atau teman. Tapi, Jumat (24/5) pekan lalu, pemuda 23 tahun itu mengeluh kepada keluarga. “Dia mengaku capek dengan kondisi yang sakit-sakitan,” kenang Ni Luh Resmini, kakak iparnya, seperti dilansir Jawa Pos Radar Bali, Senin (27/5) lalu.

Sutama juga mengaku sedih melihat kondisi sang adik, Putu Yasa, yang mengalami gizi buruk. Bocah 6 tahun itu bertubuh kecil, tidak tumbuh wajar seperti anak seumurannya.

Sutama dan Yasa berasal dari keluarga kurang mampu. Kedua orang tuanya telah meninggal. Kakak kedua mereka sudah menikah dengan Ni Luh Resmini dan tinggal terpisah. Hanya kakak tertua, Luh Somotini, seorang difabel fisik dan mental, yang tinggal bersama mereka di Banjar Dinas Rendetin, Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali.

Baca Juga  Liburan ke Jogjakarta, Jajal Foto Estetik di Kencana Photo Miliki Studio Privat Seluas 3.000 Meter Persegi

Keluarga tentu tak mengira curhatan Sutama itu semacam “salam perpisahan”. Minggu (26/5) sekitar pukul 18.00, kakak-adik itu ditemukan meninggal di bawah Jembatan Tukad Bangkung, Desa Pelaga, Badung. Mereka diduga bunuh diri dengan melompat dari jembatan yang terletak di perbatasan Buleleng–Badung yang sudah tiga kali ini jadi lokasi ulahpati itu. Jenazah keduanya sudah dikebumikan kemarin pukul 03.00 Wita.

“Curhat pesuang unek-unek, katanya inguh. Pragat oon bayune, sakit. Melali juga kapah (curhat keluarkan unek-unek, katanya bingung, selalu lemah badannya, sakit. Berlibur juga jarang). Padahal, orangnya jarang sekali bicara,” ujar Ni Luh Resmini.

Baca Juga  Mental Bantu Jaga Daya Juang Timnas MLBB Women Indonesia, Kini Bidik Esports World Cup 2025

Esoknya (25/4), Resmini mengaku masih sempat berbincang dengan Sutama ketika adik iparnya itu hendak keluar rumah. Selama ini, Sutama lebih banyak berdiam diri di rumah bersama Yasa. Meski sudah dibujuk agar tinggal bersama keluarga besar, dia menolak.

Selain itu, Sutama yang sebelumnya selalu enggan meminjam uang mendadak berutang bensin di warung dekat rumah pada Minggu (26/5) sekitar pukul 15.00 Wita. Resmini, menirukan ucapan adik iparnya, akan ada yang membayar bensin itu pada sore harinya.

“Katanya mau pergi dulu sebentar. Pergi ke Pelaga saja tidak ada yang tahu,” ujar Resmini dengan berlinang air mata.

Sutama sebelumnya bekerja di wilayah Bali Selatan, di sebuah bengkel. Dia merupakan tamatan sekolah menengah kejuruan di Kabupaten Buleleng. Namun, setelah bekerja selama 4 bulan, dia memilih kembali ke Bontihing karena sakit.

Baca Juga  Dari Kecintaan ke Kesuksesan, Perjalanan Harry Su, Kolektor Anjing Ras di Indonesia

Selama kembali ke kampung, dia sempat bekerja di salah satu bengkel besar di Buleleng. Kemudian, dia kembali berhenti karena kondisi yang memburuk. Akhirnya Sutama membuka jasa servis barang elektronik di rumahnya.

Resmini menduga adik iparnya itu putus asa dan depresi dengan keadaannya. Apalagi, kedua orang tuanya lebih dulu tiada. Ayahnya meninggal lima tahun lalu, sedangkan ibunya menyusul dua tahun lalu. “Kalau dulu masih ada orang tua, ada yang jaga adiknya, jadi tidak terbebani. Sekarang lihat adiknya, tidak ada orang tua, putus asa mungkin,” lanjutnya.

Meski kondisinya sulit secara fisik dan finansial, Sutama enggan mendapatkan bantuan. Dia memilih hidup mandiri, tidak ingin menyusahkan keluarga. “Kalau servis barang di rumah juga tidak pernah memasang tarif. Dikasih berapa saja mau. Kalau lebih tidak mau. Diambil sesuai kebutuhannya saja,” ungkapnya. (*/dwi/c18/ttg/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini