TANJUNG SELOR – Bantuan sosial (bansos) merupakan bantuan berupa uang, barang atau jasa kepada seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin dan tidak mampu.
Bansos berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), merupakan strategi Pemerintah Pusat dalam menangani kemiskinan. Program tersebut untuk menekan pengeluaran keluarga miskin dan rentan terkait kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Provinsi Kalimantan Utara menjadi salah satu daerah penerima bansos di Indonesia.di tahun 2022 lalu, Kementerian Sosial (Kemensos) mengucurkan Rp 54,3 miliar untuk program PKH.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltara Amir Bakrie melalui Penyuluh Sosial Yustin menjelaskan, Kemensos pada tahun ini kembali menganggarkan bansos dalam bentuk PKH dan BPNT. Biasanya April untuk pencairan pertama.
Pemerintah Pusat pun akan kembali memberi bansos berupa beras 10 kilogram (kg) per bulan, kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Penyalurannya di bawah kendali Badan Pangan Nasional (Bappanas).
“Koordinatornya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Dengan penyaluran dua periode, yakni Januari sampai Maret dan April hingga Juni,” jelasnya, belum lama ini.
Berkaitan kuota penerima bansos PKH dan BPNT tahun 2023, Yustin mengakui, belum mengetahui.
Perihal penambahan dan pengurangan kuota bergantung pada verifikasi dan validasi di Kemensos. Namun demikian, lanjut dia, daftar penerima bansos berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data ini bersifat dinamis, karena setiap bulan bisa alami perubahan.
“DTKS di-update setiap bulan oleh Kemensos. Makanya jika usulan dari daerah banyak, bertambah DTKS-nya. Misalkan penerima terjadi perubahan juga mengikuti DTKS-nya,” ungkap Yustin.
Menurut dia, data keluarga dalam DTKS akan dihapus atau non aktif secara otomatis, jika dinilai sudah berkecukupan. Indikatornya antara lain ada anggota dalam satu Kartu Keluarga (KK) yang menjadi PNS, memiliki gaji di atas upah minimum kabupaten/kota (UMK). Termasuk terdaftar sebagai pemilik usaha dan terdaftar peserta BPJS Ketenagakerjaan yang iurannya dibayarkan perusahaan atau pemberi upah.
“Misalkan orangtua dalam satu keluarga tidak bekerja, tapi karena anaknya belum menikah dan masih satu KK. Sehingga otomatis ketika anaknya bekerja dan dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan oleh perusahaan, otomatis dikenali system. Keluarganya akan non aktif jadi DTKS dan akan keluar dari penerima bantuan,” tuturnya.
Banyak kasus keluarga tidak mampu, yang non aktif secara otomatis dari DTKS karena faktor tersebut. Hal ini dikarenakan verifikasi dan validasi data sudah terintegrasi antara Kemensos, Ditjen Dukcapil Kemendagri, Kemenkumham, BPJS Ketenagakerjaan dan BKN.
“Ketika ada yang TNI/Polri, ASN, PPPK dalam satu KK. Pasti keluarga yang bersangkutan akan dikeluarkan dari daftar KK,” imbuhnya.
Potret tersebut diakui menjadi dilema bagi sebagian masyarakat. Banyak masyarakat complain, karena merasa masih membutuhkan bantuan tersebut. Namun, Kemensos tidak memberi toleransi kasus tersebut. Ketentuan yang dibuat memang digeneralisir, agar penyaluran bansos bisa tepat sasaran.
KPM yang memiliki anggota keluarga dengan kriteria tersebut, diharap mengeluarkannya dari daftar KK. “Ya Kemensos tak mau tahu, karena yang jelas dinilai sudah ada yang menanggung keluarga tersebut. Jadi dinonaktifkan, harapannya memang dikeluarkan dulu dari KK,” pintanya.
Secara teknis, pemerintah daerah tidak mengusulkan data penerima PKH dan BPNT. Tugas di kabupaten/kota mengusulkan keluarga, untuk masuk dalam sistem DTKS. “Mereka yang memberikan rekomendasi keluarga ini, sudah tak layak masuk DTKS. Misal sudah meninggal atau sudah mampu, termasuk mengusulkan keluarga yang baru karena dinilai layak diusulkan,” ujarnya.
Pengusulan berjenjang sampai ke tingkat Dinsos kabupaten/kota. Bupati atau Walikota selanjutnya melegitimasi usulan tersebut, dalam bentuk Surat Keputusan (SK) untuk diusulkan ke Kemensos.
“DTKS dulu, tidak langsung menjadi penerima bantuan. Karena DTKS pun banyak, Kemensos yang menetapkan kuotanya per daerah. Kita di daerah hanya mengusulkan DTKS nya,” ungkap Yustin.
Pencairan bantuan dilakukan secara tunai melalui PT POS Indonesia (Persero) atau non tunai melalui perbankan yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Pemerintah di tingkat provinsi antara lain bertugas melakukan monitoring dan evaluasi (monev) ke pihak penyalur, terkait jumlah KPM penerima bansos.
“Jika sudah pencairan, kita monev dan koordinasi ke penyalur. Yang lewat Pos berapa KPM. Kemudian KPM yang menerima non tunai di bank, kita koordinasi ke Mandiri, BRI dan Tarakan itu BNI,” tuturnya.
Sementara itu, Koordinator Wilayah (Korwil) PKH Provinsi Kaltara Fadly Lutfi belum memberikan tanggapan berkaitan hal tersebut. Meskipun, Program PKH ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup KPM melalui akses layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Dengan mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga fakir miskin dan kelompok rentan.
Kebijakan ini untuk menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian KPM. Dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan KPM, memiliki kewajiban yang harus ditunaikan. Sehingga tidak dikenai sanksi berupa penangguhan hingga penghentian pemberian bantuan PKH.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltara M Saleh Pangeran Khar memberi atensi, agar pihak eksekutif senantiasa memastikan penyaluran bansos tepat sasaran. Mekanisme jaring pengaman yang sudah dirancang, diminta bisa diimplementasikan secara maksimal.
“Tentu atensi kami terhadap bansos ini, agar merata dan tepat sasaran. Eksekutif harus memastikan itu semua,” tegasnya.
Saleh meminta pihak eksekutif, memastikan tujuan angka graduasi mandiri dari pemberian bansos PKH tercapai. Yakni tingkat perekonomian KPM bisa meningkat dan dapat beralih status menjadi keluarga mandiri. Saleh meminta pendampingan terkait hal tersebut dari pihak eksekutif, kepada penerima bantuan terus dioptimalkan. (kn-2)