TARAKAN – Tak hanya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto, warga binaan Lapas Kelas II A Tarakan berinisial H juga menerima amnesti oleh Presiden RI, Sabtu (2/8).
Hal ini menindaklanjuti Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2025 Tentang Pemberian Amnesti bagi Narapidana. Berupa penghapusan semua akibat hukum terhadap para terpidana/narapidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Lapas Kelas II A Tarakan Jupri mengatakan, salah satu ketentuan dalam pemberian amnesti adalah narapidana yang tersangkut kasus penyalahgunaan narkoba murni yang memenuhi kriteria sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang rehabilitasi medis dan sosial, bukan hukuman penjara.
Pemberian Amnesti Presiden bertujuan sebagai rekonsiliasi sosial, serta upaya mengurangi kelebihan kapasitas pada Rutan/Lapas di Indonesia.
“Dari jumlah 1.178 orang narapidana pada Rutan dan Lapas di seluruh Indonesia yang mendapatkan amnesti Presiden Prabowo Subianto, satu orang diantarnya merupakan WBP Lapas Kelas IIA Tarakan,” ujarnya.
Warga binaan tersebut merupakan arapidana kasus penyalahgunaan narkotika murni yang didakwa sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 pasal 127 ayat (1). Tentu hal ini merupakan bentuk kepedulian sosial Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) dalam memberikan kesempatan bagi para narapidana yang telah memenuhi syarat dan kriteria tertentu untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat dan turut serta dalam pembangunan.
Jupri juga berharap pemberian amnesti bagi WBP dapat menjadi bagian dari upaya reintegrasi masyarakat ke tengah-tengah masyarakat. Pihaknya berharap amnesti yang diberikan kepada warga binaan, dapat menjadi sesuatu yang sangat positif, serta menjadi momentum bagi warga binaan. Agar dapat diterima kembali oleh keluarga dan Masyarakat, serta menjadi pribadi baru yang lebih baik.
“Pemberian amnesti oleh Presiden dilaksanakan setelah melalui tahapan proses yang melibatkan uji publik, kajian hukum. Serta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,” tegas Jupri. (kn-2)