TANJUNG SELOR – Meski kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk ke-11 kalinya dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Namun, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) tetap memiliki pekerjaan rumah yang harus ditindaklanjuti.
Sejumlah catatan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024 menjadi fokus pengawasan Inspektorat. Inspektur Daerah Kaltara Yuniar Aspiati menegaskan, siap menjalankan peran sebagai pengawal utama dalam proses tindak lanjut tersebut.
“Kami sangat mengapresiasi pencapaian opini WTP ini, namun hal tersebut bukan akhir dari segalanya. Justru kami harus lebih serius menyelesaikan seluruh catatan BPK. Agar tata kelola keuangan daerah semakin akuntabel dan transparan,” ujar Yuniar, Selasa (3/6).
Yuniar menyebutkan, Inspektorat akan membuka desk tindak lanjut bagi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mendapatkan catatan. Proses ini akan dimulai segera setelah dokumen resmi LHP diterima dan dipetakan.
“Biasanya kami atur berdasarkan semester, dan saat ini bertepatan dengan semester pertama. Kami berharap pada pertengahan Juni sudah mulai ada laporan progres dari OPD terkait,” ungkapnya.
Selain itu, Inspektorat juga akan menyesuaikan timeline tindak lanjut berdasarkan tingkat urgensi temuan. Untuk item yang belum memiliki rincian atau laporan lengkap, OPD diminta segera melengkapinya dalam batas waktu maksimal 60 hari sesuai ketentuan yang berlaku.
Salah satu poin penting yang disorot adalah terkait Dana Bagi Hasil (DBH). Meskipun secara nominal angkanya signifikan, yakni sekitar Rp 600 juta, laporan rinciannya belum sepenuhnya lengkap.
“Angkanya ada, datanya juga ada, tapi rincian penggunaan dana yang dimaksud belum sepenuhnya disampaikan. Ini yang sedang kami kejar agar dilengkapi,” jelasnya.
Ia menambahkan, dokumen yang tidak dilengkapi rincian penggunaan akan menyulitkan proses pertanggungjawaban, dan bisa berdampak pada rekomendasi tindak lanjut BPK di masa mendatang.
Inspektorat memastikan bahwa proses pemantauan dilakukan secara progresif, dan setiap OPD akan diminta untuk melaporkan perkembangan secara berkala. Proses ini akan menjadi dasar evaluasi semesteran yang menentukan sejauh mana rekomendasi BPK telah dijalankan.
“Kami tidak hanya fokus pada angka, tetapi juga pada kualitas pelaporan. Pengawasan ini akan dilakukan berjenjang, dan koordinasi lintas perangkat daerah sangat kami harapkan,” ungkapnya.
Dengan sistem pengawasan yang semakin diperkuat, Inspektorat berharap Kaltara tidak hanya mempertahankan opini WTP. Tetapi juga menciptakan budaya pengelolaan keuangan yang lebih tertib, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Seperti diketahui, Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI, Novy Gregory Antonius Pelenkahu, pihaknya mencatat tingkat tindak lanjut atas rekomendasi BPK oleh Pemprov Kaltara mencapai 81 persen. Ini sudah sangat baik, dan berharap bisa meningkat hingga 100 persen.
Namun, Novy juga memahami beberapa temuan tidak dapat ditindaklanjuti. Karena alasan yang bersifat administratif, seperti pegawai yang sudah pensiun atau meninggal, atau perubahan struktur organisasi.
“Dalam kasus demikian, BPK membuka ruang agar alasan disampaikan secara resmi. Agar tidak membebani laporan keuangan di masa depan,” ujarnya.
Sesuai ketentuan, Pemprov Kaltara diberikan waktu maksimal 60 hari sejak diterimanya LHP untuk menyampaikan progres atau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi BPK. Novy menegaskan proses ini penting sebagai bagian dari pertanggungjawaban publik dan upaya mewujudkan pengelolaan keuangan yang lebih baik.
“Targetnya tentu diselesaikan dalam 60 hari, tetapi yang terpenting ada progres yang jelas. Jika belum selesai, minimal sudah menunjukkan upaya konkret,” tuturnya. (kn-2)