Pegi Dijadikan Tersangka dan Cerita Para Korban Salah Tangkap Polisi Tangani Kasus Beserta ”Kenang-Kenangannya”

PERJUANGAN PANJANG: Korban salah tangkap, Oman Abdurohman menerima ganti rugi oleh Polres Lampung Utara pada Senin (8/1/2024).

Kejadian salah tangkap yang dilakukan polisi berkali-kali terjadi, dengan korban dari beragam latar belakang. Ada korban yang dapat kompensasi, tapi ada pula yang dimintai maaf saja tidak.

 

ILHAM WANCOKO, Jakarta

 

REKAN kerja berani bersaksi bahwa Pegi Setiawan sedang di Bandung ketika Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana dibunuh sekelompok geng motor di Cirebon. Ada slip gaji yang sudah di tangan kuasa hukum untuk mendukung ketidakterlibatan kuli bangunan dalam peristiwa yang terjadi pada 2016 itu.

Saka Tatal, satu dari delapan orang yang sudah dipidana dalam kasus tersebut, juga menyebut foto Pegi yang ditunjukkan polisi dengan Pegi yang ditangkap polisi berbeda.

Bahkan keluarga Vina, berdasar berita acara pemeriksaan, lima dari enam terpidana kasus tersebut, menyebut Pegi bukan bagian dari pelaku. Tak heran banyak yang bersuara, di berbagai platform, diduga kuat Polda Jawa Barat yang menangani kasus tersebut salah tangkap orang.

Karena itu, seperti juga disampaikan keluarga Vina melalui kuasa hukum yang dikomandani Hotman Paris Hutapea, diharapkan dengan sangat proses penyidikan diteliti ulang.

Baca Juga  Menikmati Perjalanan Kereta Pariwisata Jalur Stasiun Gambir–Sukabumi dengan Gerbong Panoramic, Nikmati Pemandangan Gunung-Sungai

Sebuah pesan yang patut didengar Korps Bhayangkara. Sebab, dari tahun ke tahun, kasus salah tangkap masih kerap dilakukan anggota mereka. Apalagi, pasal yang disangkakan kepada Pegi mengandung ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati.

Akhir tahun lalu, Oman Abdurohman mendapatkan ganti rugi dari negara sebanyak Rp 220 juta yang diserahkan Kapolresta Lampung Utara Kombespol Teddy Rachesna pada Desember 2023. Oman korban salah tangkap Polres Lampung Utara dengan kenang-kenangan tiga bekas tembakan di kaki kiri.

“Tapi, yang lebih menyakitkan dari bekas tembakan adalah gunjingan tetangga,” ujarnya kepada Jawa Pos beberapa waktu lalu.

Oman yang berprofesi sebagai takmir masjid itu ditangkap dalam kasus dugaan perampokan di Lampung. Dia harus merasakan timah panas polisi hanya karena salah satu tersangka bernama Gani yang sakit hati.

Baca Juga  Ada Pesan Haru Ayah Dini Sera untuk Ronald Tannur Setelah Vonis Bebas

Sebanyak delapan personel Polres Lampung Utara diperiksa terkait kasus tersebut. Sedangkan Pengadilan Negeri Lampung membebaskan Oman. Banyak kasus salah tangkap lainnya berakhir tak semanis Oman. Mundur jauh ke belakang ke 1974, dua petani asal Bekasi, Jabar, Sengkon dan Karta, ditangkap polisi karena dugaan membunuh suami istri Sulaiman dan Siti Haya.

Pengadilan menjatuhkan hukuman 12 tahun untuk Sengkon dan 7 tahun untuk Karta. Namun, saat menjalani hukuman penjara, muncul pengakuan dari narapidana bernama Gunel yang mengakui menjadi pelaku pembunuhan Sulaiman dan Siti Haya di rumahnya Kampung Bojongsari, Depok, Jawa Barat.

Kisah salah tangkap juga terjadi ke Subur dan istrinya Februari lalu. Di SPBU Pasir Angin, Cileungsi, Kabupaten Bogor, mereka mendadak dikepung sejumlah orang. Salah satunya mengeluarkan senjata dan menyeret Subur. “Saya diseret, dimasukkan mobil, lalu diikat,” ujarnya kepada Radar Bogor (10/2).

Saat itu Subur dipaksa mengakui sebagai pelaku perampokan. Subur yang mencoba melawan dibenturkan ke kursi mobil. Istrinya juga sempat ditarik-tarik.

Baca Juga  Pelaku Kasus Rupadaksa yang Tewaskan Upik 7 Tahun di Banyuwangi Belum Terkuak, Kakak Korban Belum Siap Balik ke Sekolah

Setelah diketahui terjadi salah tangkap, Subur dan istrinya dilepas begitu saja. “Saya ditinggal begitu saja, tanpa permintaan maaf,” tuturnya.

Banyak, masih banyak lagi yang lain. Dari pengiring rombongan jenazah menuju Bojonegoro yang dicegat polisi di Lamongan pada Januari 2022, sampai salah tangkap seorang kolonel TNI Angkatan Darat oleh anggota Polresta Malang dalam kasus narkoba pada Maret 2021, untuk sekadar menyebut contoh lain.

Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menambahkan, banyaknya kasus salah tangkap oleh polisi itu disebabkan sejumlah hal. Di antaranya, kompetensi dan profesionalisme minim. Lalu, mindset salah yang sekadar menjalankan prosedur. “Bukan mencari kebenaran dan keadilan,” jelasnya.

Juga, subjektivitas yang dipengaruhi individu atau atasan. Sekaligus sistem peradilan Indonesia yang memberikan kewenangan begitu besar kepada kepolisian. “Sehingga mengakibatkan tidak berimbang dengan kejaksaan yang hanya penuntutan,” paparnya.

Padahal, kejaksaan seharusnya melakukan supervisi terhadap kinerja kepolisian. Tapi, kini kejaksaan hanya bersifat pasif. “Dampaknya semua bergantung kepada kemampuan dan integritas penyidik kepolisian yang minim.” (*/c17/ttg/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini